Di Balik Buku Amaliyah Ramadan

Bagikan ke
Oleh: Ridha Ilahi Nur S

Saat duduk di bangku sekolah dasar dulu, bila memasuki bulan Ramadan, mungkin kita sering mendapat tugas mengisi buku Amaliyah Ramadan dari sekolah. Bagi yang familier, buku yang berisi pantauan ibadah amaliyah komplit dari salat lima waktu (di rumah ataupun masjid), salat sunah, tilawah Al-Qur’an, hafalan surah pendek, hingga nama penceramah tarawih, judul dan kesimpulan isi ceramah itu bak buku kontrol; suka tak suka harus dikerjakan. Mau tidak mau harus dipenuhi.

Sejujurnya, dulu penulis sering merasa keberatan dengan penugasan Amaliyah Ramadan tersebut. Untuk ukuran anak kecil yang salatnya masih bolong, malas mendengarkan ceramah, dan sering menjadikan momentum tarawih ke masjid untuk ketemu teman sebaya—karena momen salat isya dan tarawih punya waktu panjang untuk dipakai berkumpul dan bermain, rasanya ribet sekali memenuhi kewajiban mengisi buku “sakti” sejuta umat tersebut.

Buku Amaliyah Ramadan: Ajang Melatih Diri dan Membentuk Kebiasaan

Penugasan mengisi amaliyah Ramadan, yang memuat banyak aspek ibadah harian itu, pada dasarnya ditujukan sebagai latihan pendisiplinan dalam beribadah dan kejujuran dalam pengisian konten. Sebab mudah saja sebenarnya untuk memanipulasi pengisiannya.

Latihan-latihan pendisiplinan dan pembentukan karakter jujur adalah hal yang cukup sulit bagi ukuran anak-anak sekolah dasar. Secara tidak langsung berjibaku dengan buku amaliyah Ramadan adalah sarana pembentukan kebiasaan, yang jika dilakukan secara konsisten bisa memberikan berbagai dampak baik. Sebagaimana digagas Maxwell Maltz dalam Psycho-Cybernetics, bahwa untuk membangun suatu habit (kebiasaan) dibutuhkan waktu pembiasaan selama 21 hari. Berarti masih ada sisa 9 hari lainnya untuk tambahan latihan pembiasaan membangun kebiasaan-kebiasaan dalam ibadah ritual.

Terlepas dari persoalan ribetnya pengisian buku amaliyah Ramadan, ada bagian-bagian yang kala itu amat seru, yaitu berburu tanda tangan penceramah dan imam Tarawih. Rasanya, berlomba-lomba menaruh buku di hadapan penceramah dan imam tarawih hal yang lumrah. Belum lagi jika ada penceramah iseng yang sewaktu-waktu menguji dengan pertanyaan berupa “apa judul ceramahnya?” ataupun “apa kesimpulan ceramahnya?”. Aduh, nasib baik kalau benar-benar mendengarkan, kalau hanya modal menyontek punya teman atau minta Ayah/Ibu/Kerabat yang mengisikan, bisa jadi masalah kena iseng ditandatangani paling akhir.

Baca Juga:
-Mengungkap Fenomena “Islamophobia” di Dunia Barat
-Kepergian Sang Cahaya Hati: Mengenang Habib Hasan bin Ja’far Assegaf

Hikmah dan Evaluasi Buku Amaliyah Ramadan

Sayang, meski punya dasar dan tujuan yang bagus, buku amaliyah Ramadan seringkali berakhir terbengkalai; tidak dikumpulkan kembali ke sekolah. Atau, paling buruk, dikumpulkan dan menumpuk di lemari buku kelas. Tidak dibaca dan dievaluasi sama sekali. Mungkin guru-guru kesayangan kita punya pekerjaan lain yang jauh lebih penting daripada sekadar memeriksa hasil Amaliyah Ramadan sekian puluh orang itu. Toh, juga sudah lewat. Akhirnya tak jarang kita tidak mendapat feedback (umpan balik) apa pun; entah feedback langsung atau berupa penambahan nilai jika ibadah kita bagus, hehe.

Terlepas dari semua itu, ada banyak sekali pelajaran dari berjibaku dengan Buku Amaliyah Ramadan, mulai dari latihan pembiasaan ibadah ritual, pembentukan mentalitas kejujuran, latihan pembiasaan besikap ikhlas dan sabar pada segala aktivitas yang dikerjakan, juga memperkuat pemahaman bahwa beribadah itu adalah persoalan hubungan kita dengan Sang Pencipta, Allah SWT. Tak perlu pusing-pusing memikirkan feedback apa yang akan didapat dan validasi dari orang lain. Biar itu menjadi urusan pribadi masing-masing saja.

Jika menilik ke belakang, perlahan-lahan kita mulai memetik “buah” hikmah di balik mengisi buku Amaliyah Ramadan di bangku sekolah dulu. Saat ini, sudah ada versi lain dari buku Amaliyah Ramadan, yaitu Ramadan Tracker, dengan berbagai variasi isi konten serta fleksibilitas dalam pengisian. Hanya saja, kalau dipikir-pikir lagi, rasanya tetap lebih seru zaman mengisi buku Amaliyah Ramadan dari sekolah dulu, sebab ada sesi war tanda tangan penceramah dan imam yang tidak ada di Ramadan Tracker.

Semoga kita diberikan umur yang panjang dan dipertemukan dengan bulan Ramadan lain yang mulia di tahun-tahun selanjutnya, dengan versi diri terbaik pula.

*Direktur Bidang Administrasi dan Keuangan LAPMI HMI Ciputat


Editor: Dimas Fakhri BR

Loading

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *